stress kerja
BAB
I
PENDAHALUAN
A.
LATAR BELAKANG
Stress kerja ini kerap menjangkiti banyak pihak di
tempat kerja. Orang yang terkena stress kerja (dengan catatan, tidak bisa
menanggulanginya) cenderung jadi tidak produktif, tidak tertantang untuk
menunjukkan kehebatannya, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya,
malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak
pindah-pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen, tentu saja ini
merugikan organisasi.
Selain terkait dengan menurunnya produktivitas,
stress kerja konon juga bisa mengurangi kekebalan tubuh. Karena itu, ada
kemungkinan bahwa si penderita ini gampang terkena sakit, dari mulai yang
berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi. Sedikit-sedikit minta izin
atau sering tidak masuk kantor. Ini jelas merugikan yang bersangkutan dan juga
perusahaan. Stress kerja juga bisa mengganggu komunikasi atau hubungan, baik
itu interpersonal dan intrapersonal.
Paradok yang kerap dialami para penderita stress
adalah saat memerlukan bantuan orang lain, akan tetapi dia tidak mampu
mengekspresikannya atau melakukannya dengan baik. Akibatnya mudah marah, mudah
tersinggung, mudah mengacaukan suasana keakraban, komunikasi yang agresif atau
submisif, apatis, dan lain-lain. Karena itu, hubungannya gampang berantakan di
tengah jalan, gampang putus, atau gampang ngambek, bisa jadi akan membuat
keselamatan kerjanya terabaikan. Dengan demikian pada makalah ini penulis
membahas tentang Stres Kerja.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana gejala stres kerja?
2.
Apa saja sumber stres kerja?
3.
Bagaimana pendekatan pribadi dalam
mengelola stres?
4.
Bagaimana pendekatan organisasi dalam
mengelola stres kerja?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui bagaimana gejala stres
kerja.
2.
Untuk mengetahui sumber stres kerja.
3.
Untuk mengetahui pendekatan pribadi
dalam mengelola stres.
4.
Untuk mengetahui pendekatan organisasi
dalam mengelola stres kerja.
BAB
II
STRES
KERJA
A.
Gejala Stres Kerja
Suatu
tantangan merupakan hal yang wajar ditemui oleh individu dalam setiap pekerjaan
yang ditekuni. Baik itu tantangan dari tuntutan pekerjaan itu sendiri,
tantangan dari lingkungan, dari atasan ataupun tantangan dari dalam diri
individu sendiri. Tetapi tidak semua tantangan tersebut dapat diatasi dengan
baik. Banyak dari individu yang bisa saja m engalami beberapa tekanan atau
bahkan mengalami stress atas pekerjaan yang tidak dapat diatasi dengan baik.
Beehr dan
Newman (1978, dalam Wijono 2010) mendefinisikan stress kerja sebagai “suatu
keadaan yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan pekerjaan”. Keadaan
yang dimaksudkan adalah dimana individu mulai menunjukkan atau merasakan suatu
beban yang dianggap memberatkan bagi individu tersebut dengan beberapa gejala
yang menunjukkan bahwa individu tersebut mengalami stress kerja.
Definisi
stress kerja yang dikutip oleh Sutarto Wijono (2010) dalam bukunya Psikologi
Industri dan Organisasi yaitu :
1.
Smith
(1981, dalam Wijono, 2010) mengungkapkan bahwa “konsep stres kerja dapat
ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu stress kerja merupakan hasil dari
keadaan tempat kerja, hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam
tugas dan dukungan organisasi, stress kerja yang terjadi karena faktor beban
kerja, akibat dari waktu kerja yang berlebihan, faktor tanggung jawab kerja, serta
yang terakhir karena adanya tantangan yang muncul dari tugas”.
2.
Beehr
dan Newman (1978, dalam Wijono, 2010) mendefinisikan “stress kerja sebagai
suatu keadaan yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan pekerjaan”.
Selain
itu, definisi dari stress kerja juga dijelaskan oleh Muchinsky (2006, dalam
Wijono 2010) yaitu “the response to
stimuli on the job that lead to negative consequences physical or
psychological, to the people who are exposed them”
Dari
definisi dan penjelasan mengenai definisi stress kerja di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa stress kerja adalah sebagai respon dari stimulus yang ada di
lingkungan kerja baik dari segi beban kerja, lingkungan pekerjaan, hubungan
dengan rekan kerja serta hal – hal lain yang dapat menimbulkan stress kerja
pada karyawan.
Terdapat
beberapa pendapat mengenai gejala stress kerja, yaitu :
- Menurut Everly dan Giordano (1980 dalam Munandar 2001) yang mengatakan bahwa stress kerja akan mempunyai gejala terjadi pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal), serta organ – organ dalam badan (visceral) dengan rincian sebagai berikut :
1) Gejala Suasana Hati
|
2) Gejala Otot Kerangka
|
3) Gejala pada Organ – Organ
dalam Badan
|
-
Menjadi overexcited
-
Cemas
-
Merasa tidak pasti
- Sulit
tidur pada malam hari
-
Mudah bingung dan lupa
- Merasa
sangat tidak enak dan gelisah
-
Gugup
|
- Jari – jari dan tangan gemetar
- Tidak
dapat duduk diam atau berdiri di tempat
- Mengembangkan
perilaku tic (gerakan tidak disengaja)
-
Sakit kepala
- Merasa
otot menjadi tegang atau kaku
- Gagap
saat berbicara
- Leher
menjadi kaku
|
-
Perut terganggu
-
Jantung berdebar
-
Banyak berkeringat
-
Tangan berkeringat
-
Merasa kepala ringan atau akan pingsan
-
Mengalami kedinginan
-
Wajah menjadi panas
-
Mulut menjadi kering
-
Mendengar bunyi berdering dalam kuping
|
- Menurut Robbins (2006) yang mengelompokkan gejala stres kerja ke dalam tiga aspek, yaitu:
1) Gejala Fisiologikal
|
2) Gejala Psikologikal
|
3) Gejala Perilaku
|
-
Sakit perut
-
Detak jantung meningkat dan sesak nafas
-
Tekanan darah meningkat
-
Sakit kepala
-
Serangan jantung
|
-
Kecemasan
-
Ketegangan
-
Kebosanan
-
Ketidakpuasan dalam bekerja
-
Irritabilitas
-
Menunda-nunda pekerjaan
|
- Meningkatnya
ketergantungan pada alkohol dan konsumsi rokok
- Melakukan
sabotase dalam pekerjaan
- Makan
yang berlebihan ataupun mengurangi makan yang tidak wajar sebagi perilaku
menarik diri.
- Tingkat
absensi meningkat dan performansi kerja menurun
- Gelisah
dan mengalami gangguan tidur
-
Berbicara cepat.
|
- Menurut Terry B dan John N (dalam Robbins, 2006), gejala stress kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu :
1)
Gejala Psikologis
|
2)
Gejala Fisiologis
|
3)
Gejala Perilaku
|
- Cemas,
tegang, kebingungan, dan sensitif
- Merasa
frustasi, marah, dan kebencian
- Hipersensitif
emosi dan hiperaktif
- Merasa
tertindas
-
Berkurangnya efektifitas berkomunikasi
-
Menarik diri dan depresi
- Merasa
terisolasi dan terasing
- Kebosanan
dan ketidakpuasan kerja
- Kelelahan
mental dan penurunan fungsi intelektual
- Kehilangan
konsentrasi
- Kehilangan
spontanitas dan kreatifitas
- Menurunnya
Self-esteem
|
-
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
-
Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin
-
Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
- Mudah
terluka
- Mudah
lelah secara fisik
-
Kematian
- Gangguan
kardiovaskuler
-
Gangguan pernafasan
- Lebih
sering berkeringat
-
Gangguan pada kulit
- Kepala
pusing, migrain
-
Ketegangan otot
-
Problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur).
|
- Menunda
atau menghindari pekerjaan atau tugas
- Penurunan
prestasi dan produktivitas
-
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
-
Perilaku sabotase
- Meningkatnya
frekuensi absensi
- Perilaku
makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan)
- Kehilangan
nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
- Meningkatnya
kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi
- Meningkatnya
agresifitas, kriminalitas dan mencuri
- Penurunan
kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta
- Kecenderungan
bunuh diri.
|
- Menurut Hunsaker dan Cook (dalam Wijono, 2010) yang menyebutkan gejala – gejala stress seperti berikut ini:
- Merasa
lelah/letih
- Kehabisan
Tenaga
- Pusing
- Gangguan
pencernaan
- Gangguan
pernafasan
- Tangan
dan kaki berkeringat
- Kepala
nyeri
- Tekanan
darah tinggi
- Jantung
berdebar
- Bagian
dalam perut tegang
- Sulit
tidur
- Keras
kepala
-
Nafas tersengal – sengal
|
- Murung
- Mudah
marah dan cepat lelah
- Tidak
dapat berkonsentrasi
- Suka
menyerang/ melawan
- Tidak
enak makan
- Kecemasan
yang terus menerus
- Merasa
takut/ gelisah
- Tidak
dapat rileks
- Tidak
puas terhadap apa yang dicapai
- Suka
mempertahankan diri
- Ketergantungan
obat
- Minum
alkohol berlebihan
-
Merokok berlebihan
|
- Menurut Hardjana (1994) yang membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu :
1) Gejala Fisik
|
2) Gejala – gejala dalam
wujud perilaku
|
3) Gejala – gejala di tempat
kerja
|
- Nafas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu,
diare, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah.
|
- Banyak gejala stres yang menjelma
dalam wujud perilaku, mencakup:
- Perasaan, berupa: bingung, cemas,
dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa,
gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat.
- Kesulitan dalam: berkonsentrasi,
berfikir jernih, membuat keputusan.
- Hilangnya: kreatifitas, gairah
dalam penampilan, minat terhadap orang lain.
|
- Sebagian besar waktu bagi pegawai
berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala- gejala dapat
mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain: Kepuasan kerja rendah, Kinerja
yang menurun, Semangat dan energi hilang, Komunikasi tidak lancar, Pengambilan
keputusan jelek, Kreatifitas dan inovasi berkurang, Bergulat pada tugas-
tugas yang tidak produktif.
|
B. Sumber Stres
Kerja
Sumber stres kerja
menurut Wilkinson (2002:12) dapat berasal dari lingkungan fisik maupun mental /
psikologis, Stressor fisik misalnya: kuman penyakit, kecelakaan, dan kekurangan
gizi sedangkan stressor mental berupa frustrasi, konflik sosial, tekanan dan krisis.
Cooper dan Marshall (dalam Hardjan, 1994) mengidentifikasikan 7 buah sumber
stres kerja yang utama, diantaranya: faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran
dalam organisasi, hubungan-hubungan dalam organisasi, pengembangan karir,
struktur dan iklim organisasi, hubungan perusahaan/organisasi dengan pihak
luar, faktor yang ada dalam diri subyek. Dari ketujuh sumber tersebut jelas
berhubungan dengan organisasi, sedang sisanya merupakan kombinasi dan bersifat
individu, tapi bila ditelusuri lebih jauh ternyata faktor individu dan faktor
organisasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Robbins
(1996:224) sumber stres kerja yang potensial sebagai berikut:
1. Lingkungan
Perubahan dalam daur bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering
diiringi dengan pengurangan yang permanen tenaga kerja, pemberhentian masal
sementara, gaji yang dikurangi, pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya,
selain itu ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi dapat
menyebabkan stres kerja.
2. Organisasional
Faktor yang menjadi sumber atau mempengaruhi stres kerja cukup banyak
jumlahnya, sebagai berikut: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban
kerja (work Overload), tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for
people), pengembangan karier (career development), kurangnya kohesi kelompok,
dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi
(organizational structure and climate), wilayah organisasi (Organizational
territory), karekteristik tugas (task characteristic), pengaruh kepemimpinan
(leadership influence).
3. Individual
Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan
masalah yang dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan
dapat meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi
pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan,
pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja.
Menurut Sutherland dan
Cooper (dalam Smet; 1994:119) sumber stres kerja berasal langsung dari
pekerjaan dan interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan,
meliputi:
1. Stressor
yang ada dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja
yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama)
2. Konflik
peran, peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak
jelas.
3. Masalah
dalam hubungan dengan orang lain. (contoh: hubungan dengan atasan, rekan
sejawat, dan pola hubungan atasan dengan bawahan)
4. Perkembangan
karir: under/ over – promotion, dan keselamatan kerja.
5. Iklim
dan struktur organisasi
6. Adanya
konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
Berdasarkan uraian
diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stres kerja berasal dari lingkungan
yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi. Organisasi
meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja, struktur
dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan keluarga, masalah
ekonomi pribadi, konflik sosial.
Menurut
Wijono (2010), sumber stress dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor – faktor pekerjaan
Sumber stress yang disebabkan karena faktor – faktor
pekerjaan yang dimaksudkan adalah berbagai permasalahan yang terjadi dalam
pekerjaan individu tersebut, mulai dari tuntutan pekerjaan, kondisi ruangan,
waktu bekerja dan yang lainnya.
Menurut Tosi et al (1990, dalam Wijono 2010) yang
menyebutkan adanya lima faktor yang dapat menjadi sumber stress dalam
organisasi, yaitu:
a) Faktor – faktor yang berkaitan
dengan pekerjaan seseorang individu, yang dimaksudkan disini adalah tugas utama
yang di jalani individu yang berperan sebagai sumber stress kerja.
b) Stress Peran, faktor stress peran
adalah bagaimana individu memahami perannya dan penyesuaian diri atas perannya
tersebut.
c) Peluang partisipasi, adanya
partisipasi dari diri individu untuk ikut serta dalam mengendalikan lingkungan
kerjanya seperti partisipasi dalam pengambilan keputusan memiliki korelasi atau
hubungan dengan stress kerja individu.
d) Tanggung jawab, faktor ini
menunjukkan bagaimana tanggung jawab yang dimiliki oleh individu terhadap
pekerjaan dapat mempengaruhi stress kerja.
e) Faktor – faktor organisasi, faktor
ini menunjukkan bahwa dengan adanya organisasi tersebut juga dapat menimbulkan
stress pada individu.
2. Faktor – faktor di luar pekerjaan
Menurut Tosi et al (1990
dalam Wijono 2010) ada beberapa faktor dari luar pekerjaan yang dapat menjadi
sumber stress kerja, yaitu:
a) Perubahan – perubahan struktur
kehidupan, merupakan peristiwa – peristiwa kehidupan yang dialami oleh individu
seperti kematian suami/istri, perceraian dan hal yang lainnya yang dapat
mempengaruhi dan menyebabkan stress pada individu.
b) Dukungan sosial, merupakan bagaimana
lingkungan sosial meemberikan dukungan dan adanya komunikasi yang positif
terhadap individu.
c) Locus
of control,
merupakan bagaimana individu tersebut memiliki keyakinan bahwa mereka dapat
mempengaruhi lingkungan kerja.
d) Kepribadian individu, kepribadian
yang dimaksudkan disini adalah kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B atau
introvert dan ekstrovert yang masing – masing memiliki cara yang berbeda dalam
menghadapi setiap permasalahan yang dialami di lingkungan kerja individu.
e) Harga Diri, harga diri yang dimaksud
adalah ketika individu menghadapi segala tuntutan – tuntutan pekerjaan apakah
dia merasa mampu dan memiliki kemampuan untuk mengatasinya atau tidak.
f) Fleksibilitas, bagaimana individu
menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaannya.
g) Kemampuan, kemampuan individu adalah
suatu aspek yang juga dapat mempengaruhi individu dalam memberikan respon
terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di lingkungan kerjanya.
C. Pendekatan Pribadi Dalam
Mengelola Stres
Pada
dasarnya stres perlu dikelola dan diatasi, paling tidak dalam pikiran orang
pernah berusaha untuk membiarkan atau menghindari kondisi, situasi dan
peristiwa yang penuh dengan tekanan. Tetapi juga ada orang yang berusaha untuk
mengubah, mengelola atau mengatasinya secara tepat dan efektif. Untuk
pendekatan pribadi ini dapat menggunakan dua strategi menurut Tosi (dalam
Wijono, 2010), yaitu:
1. Strategi
psikologis
Strategi
psikologis ini menitik beratkan pada usaha mengelola stres kerja untuk tujuan
perubahan perilaku melalui:
a) Peningkatan
kesadaran diri
Memahami
gejala-gejala munculnya ketegangan secara lebih dini dengan sikap yang wajar
dalam bekerja merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan
kesadaran diri dalam memahami stres kerja. Kesadaran diri bertujuan untuk
membantu menjernihkan pikiran seseorang agar dapat mengendalikan emosi dan
menghindari beban psikis dan stres kerja yang bersumber dari kondisi, situasi,
atau peristiwa dalam pekerjaannya.
b) pengurangan
ketegangan
Strategi
yang digunakan dalam pengurangan ketegangan dalam stres kerja ini adalah
mencari tempat yang tenang untuk melakukan “meditasi”, menempatkan posisi tubuh
dengan nyaman dan rileks, memejamkan mata dan melepaskan ketegangan otot-otot
dengan mendengarkan pernapasan kita secara teratur selama lebih kurang 15
hingga 20 menit. Tujuannya adalah agar kita dapat menghilangkan
perasaan-perasaan yang menegangkan yang ditimbulkan oleh sekumpulan otot-otot
yang mengalami ketegangan yang meliputi otot-otot tangan, bagian tangan siku ke
pergelangan tangan, bagian belakang, leher, wajah, kaki dan pergelangan kaki.
c) konseling
atau psikoterapi
Usaha
yang dilakukan dalam konseling dan psikoterapi ini adalah menemukan masalah dan
sumber-sumber ketegangan yang dapat menimbulkan stres kerja, menolong mengubah
pandangan seseorang terhadap kondisi, situasi atau peristiwa yang menimbulkan
stres kerja, dan mengembangkan berbagai alternatif untuk menentukan strategi
yang paling tepat dalam menghadapi stres kerja, menentukan tindakan, dan
menilai hasil serta melakukan tindak lanjut.
2. Strategi
Fisiologis
Strategi
fisiologis ini menitik beratkan pada usaha mengelola sters kerja untuk tujuan
melatih kesehatan fisik. Ilmu-ilmu medis telah menunjukan bahwa perubahan
fisiologis dan, biokimia yang dihasilkan melalui fisik/olahraga berperan
positif untuk mengurangi pengaruh-pengaruh stres kerja dengan mengadakan
latihan fisik, emosi dan pikiran yang menggelisahkan, mencemaskan, mudah marah
dan depresi. Beberapa jenis latihan fisik diantaranya mengatur makan secara
bijaksana, berhenti merokok ataupun olahraga seperti renang, senam kebugaran
jasmani, badminton, basket, lari atau jalan pagi dan bersepeda.
D.
Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres Kerja
Dalam setiap menghadapi stres kerja, individu
diharapkan dapat lebih efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan
demikian, dapat mengurangi adanya pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan
prestasi kerja diharapkan dapat lebih meningkatkan dalam organisasi.
Untuk dapat mengatasi atau mengelola stres kerja
dengan cara yang efektif, individu diharapkan mempunyai program-program
pengelolaan stres kerja. Pernyataaan ini seperti yang dikatakan oleh para ahli
bahwa dari 500 firma yang sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri
dari program-program khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres
kerja mereka. Selanjutnya para peneliti juga menunjukan bahwa program-program
pengelolaan stres kerja dalam suatu organisasi dapat menjadi efektif untuk
mengurangi stres kerja mereka menurut Rose dan Veiga (dalam Wijono, 2010).
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola
stres dalam organisasi, yaitu:
a) Meningkatkan
komunikasi
Salah
satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran
adalah meningktkan komunikasi yang efektif di antara menajer dan karyawan,
sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara
keduanya.
b) Sistem
penilaian prestasi dan sistem ganjaran yang efektif
Sistem
penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh manajer
kepada karyawan, karyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan
dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggung jawab atas
pekerjaan yang diberikan kepadanya (mengurangi konflik peran), ia berada dalam
sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila
hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suasana kerja dan sistem
penilaian prestasi kerja efektif.
c) Meningkatkan
partisipasi
Untuk
dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran, pengelola perlu
meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga setiap
karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai tanggung jawab bagi peningkatan
prestasi kerja karyawan. Dengan demikian, kesempatan partisipasi yang diberikan
oleh manajer kepada karyawan-karyawannya dalam menyumbangkan pikiran atau
gagasan-gagasanya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi kerja dan
kepuasan kerjanya dan mengurangi stres kerjanya.
d) Memperkaya
tugas
Setiap
manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada karyawan agar mereka dapat
lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna tugas yang dikerjakan, dan lebih
baik dalam melaksanakan pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas
kerja karyawan baik secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat
meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat
mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.
e) Mengembangkan
keterampilan, kepribadian, dan pekerjaan
Mengembangkan
keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan salah satu cara untuk
mengelola stres kerja di dalam organisasi. Pengembangan keterampilan dapat
dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan
dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat mendukungn usaha
pengembangan pekerjaan baik secara kualitas maupun kuantitas.
BAB
III
KESIMPULAN
Dalam
setiap organisasi harus dapat memahami adanya berbagai gejala yang dapat
menyebabkan timbulnya sters kerja. Stres kerja timbul karena adanya hubungan
interaksi dan komunikasi antara individu dan lingkungannya. Selain itu karena
adanya jawaban individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan pikiran terhadap
kondisi, situasi atau peristiwa yang meminta tuntutan tertentu terhadap diri
individu dalam pekerjaannya.
Berbagai gejala stres
dapat dilihat dari adanya berbagai perubahan dalam fisiologis, psikologis
maupun sikap tertentu yang semua itu dapat menjadi faktor penyebab timbulnya
sumber stres. Faktor-faktor yang dapat menjadi sumber stres adalah faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan dn diluar pekerjaan. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan adalah faktor yang berkenaan dengan ketidakjelasan
peran, konflik peran, dan beban peran, kesempatan partisipasi, tanggung jawab
dan faktor-faktor organisasi.
Pendekatan pribadi untuk pengelolaan
stres menggunakan dua strategi, yaitu: 1) psikologis dan 2)latihan fisiologis.
Strategi psikologis dilakukan melalui peningkatan kesadaran diri, pengurangan
ketegangan dan konseling atau psikoterapi. Sementara itu, strategi latihan
fisiologis melalui mengatur makan secara bijaksana, berhenti merokok dan
berolahraga. Berikutnya, pendekatan organisasi untuk pengelolaan stres di dalam
organisasi memakai pendekatan peningkatan komunikasi,sistem penilaian prestasi
dan ganjaran yang efekif, mengingkatkan partisipasi, memperkaya tugas dan
mengembangkan keterampilan, dan kepribadian atau pekerjaan
KEPUSTAKAAN
Hardjana, A.M. 1994. Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres).
Salatiga: Kanisius.
Munandar, Ashar P. 2001. Psikologi
Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)
Robbins,
Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi edisi 10. Jakarta : Indeks
Smet,
B. 1994. Psikologi Kesehatan.
Jakarta: PT. Grasindo
Wijono Sutarto. 2010. Psikologi
Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Kencana.
Wilkinson,
G. 2002. Stres. Jakarta: Dian Rakyat.
Thanks infonya menarik banget. Oiya saya juga nemuin nih artikel keren yang nge bahas tentang cara mudah untuk mengatasi stres saat di kantor. Cek di sini ya man teman: Cara ampuh atasi stres di tempat kerja
BalasHapus